Renungan:
ORANG
KAYA DAN LAZARUS YANG MISKIN
Ingatkah
anda tentang kisah "Orang kaya dan Lazarus yang miskin" dalam
Lukas 16:19-31? Mari kita lihat kisah ini untuk melanjutkan apa yang sudah kita
baca kemarin mengenai pentingnya menghargai waktu yang masih dipercayakan Tuhan
kepada kita. Tersebutlah seorang pengemis bernama Lazarus, penuh borok dan
sangat menderita. Ia menetap tepat di depan pintu rumah seorang kaya yang
setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Apakah Lazarus diperhatikan? Tampaknya
tidak. Si orang kaya mungkin berpikir, "Masih syukur kamu tidak diusir.
Aku mencari uang dengan keringatku sendiri, mengapa aku harus memberi
kepadamu?" Dan Lazarus pun diabaikan begitu saja. Ia bahkan harus makan
dari remah-remah yang jatuh dari atas meja si orang kaya, sambil membiarkan
boroknya dijilati anjing-anjing. Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras
dan ironis. Lalu kemudian Lazarus mati. Demikian pula si orang kaya tersebut.
Pemandangan kontras kembali tersaji di atas sana, tetapi keadaan kini berbalik!
"..Dan sementara ia (orang kaya itu) menderita sengsara di alam maut ia
memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di
pangkuannya." (ay 23). Melihat hal itu, si orang kaya pun meratap.
"Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah
Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan
lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini." (ay 24). "Tetapi
Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik
sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat
hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan
engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi
dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak
dapat menyeberang." (ay 25-26). Betapa menyesalnya si orang kaya itu,
tetapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang
untuk mengubah keadaan. Semua sudah berakhir.
Terlambat.
Itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kenyataan yang dihadapi
si orang kaya. Ia terlambat untuk berbuat baik, terlambat untuk mengasihi
sesamanya. Ia terlena hidup dalam kemewahan dan lupa untuk memanfaatkan
waktu yang tersedia. Apakah ia punya kesempatan? Tentu saja. Bahkan ia tidak
perlu repot-repot atau jauh-jauh pergi untuk menunjukkan kasih dalam perbuatan
nyata karena Lazarus berbaring tepat di depan pintunya. Ia punya kesempatan, ia
punya sesuatu yang bisa ia berikan, tetapi ia tidak melakukannya. Dan pada
akhirnya ketika semua sudah terlambat ia pun menyesal. Sebuah penyesalan yang
sayangnya tidak bisa lagi diperbaiki.
Ketika
waktu masih dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini, hendaklah kita memakai
hikmat untuk mempergunakan waktu-waktu yang ada sebaik mungkin. Paulus berkata
"Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah
jahat." (Efesus 5:16). Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Kita tidak bisa melihat masa
depan, kita tidak tahu kapan kesempatan bagi kita untuk bertobat akan berakhir.
Kita harus benar-benar belajar menghargai waktu, mengisinya dengan segala
perbuatan baik berdasarkan kasih dan terus memakainya untuk belajar untuk lebih
dekat dan lebih taat lagi kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berjaga-jaga
sebab kita tidak akan pernah tahu kapan hari maupun saatnya akan tiba. (Matius
25:13). Ada begitu banyak yang ditawarkan dunia hari ini yang akan dengan mudah
membuat kita terlena dan lupa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan
sebagai anak-anak Terang, sebagai ahli waris Tuhan di muka bumi ini. Sungguh
kita hidup di hari-hari yang jahat, penuh dengan penyesatan.
Ada
keterlambatan yang masih bisa ditebus dengan sejumlah harga, tetapi ada pula
keterlambatan yang benar-benar tidak bisa lagi kita tebus walau dengan harga
sebesar apapun. Oleh karena itu kita harus benar-benar
mewaspadai setiap langkah hidup kita dan berhenti menyia-nyiakan waktu.
Pergunakanlah waktu yang tersisa ini untuk mengambil langkah nyata dalam
ketaatan, dan lakukanlah segala sesuatu seperti apa yang dikehendaki Tuhan.
Hendaklah kita dipenuhi kebijaksanaan dan kearifan dalam hikmat agar mampu
menghitung hari-hari kita menghargai setiap detik yang Tuhan masih berikan
kepada kita. Orang kaya itu tidak lagi punya kesempatan, tetapi kita masih
punya. Jangan tunda lagi, mulailah hari ini juga agar kita tidak sampai
berakhir di tempat yang sama dengan si kaya.
Hargai waktu sebaik mungkin karena ada keterlambatan tidak bisa lagi diperbaiki
Hargai waktu sebaik mungkin karena ada keterlambatan tidak bisa lagi diperbaiki